Keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagiah, aman, dan damai
merupakan dambaan setiap orang dalam rumah tangga. Untuk mewujudkan
keutuhan dan kerukunan tersebut sangat tergantung pada setiap orang
dalam lingkup rumah tangga, terutama kadar kualitas perilaku dan
pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut.
Keutuhan dan kerukunan keluarga dapat terganggu jika kualitas dan
pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhrinya terjadi
kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidak amanan atau ketidak
adilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga tersebut.
Untuk menegakan hukum terhadap pelaku kekerasan dalam rumah tangga,
negara dan masyarakat harus memahami dengan benar factor-faktor yang
menyebabkan terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga, sehingga
memudahkan melakukan pencegahan, perlindungan dan penindakan pelaku
sesuai dengan falsafah pancasila dan undang-undang dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Pada dasarnya pernikahan adalah sama yaitu membentuk suatu keluarga
yang bahagia dan kekal serta membangun, membina dan memelihara hubungan
kekerabatan yang rukun dan damai di samping untuk memperoleh keturunan.
Sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, dinyatakan bahwa, Perkawinan merupakan ikatan lahir bathin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga, khususnya terhadap isteri
yang terjadi pada saat ini mengalami peningkatan baik dari segi
kuantitasnya maupun dari segi kualitasnya. Hal ini tentunya mendapat
perhatian dari semua pihak untuk mengetahui bentuk-bentuk kekerasan,
faktor-faktor penyebabnya dan bagaimana perlindungan hukum bagi isteri
yang menjadi korban kekerasan suami.
Kekerasan dalam rumah tangga yang dapat kita lihat melalui kekerasan
terhadap isteri bervariasi, seperti kekerasan fisik , phisikis, seksual
dan kekerasan berupa penelantaran, hal ini diancam dengan ketentuan
pidana yang terdapat pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
Penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan dalam rumah tangga terhadap
istri dapat menggunakan aturan-aturan hukum baik dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan maupun Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan Terhadap Rumah tangga .
Dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tujuan
perkawinan yaitu membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu
suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing
dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan
sprituil dan material.
Kemudian dalam pasal 33 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan dapat kita lihat dengan adanya yang menentukan hak dan
kewajiban suami isteri, yaitu wajib saling mencintai, hormat
menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang
lain.
Dari kedua pasal di atas menggambarkan adanya larangan kekerasan
dalam rumah tangga khususnya kekerasan oleh suami terhadap isteri.
Apalagi menurut pandangan bangsa Indonesia bahwa Lembaga Perkawinan
adalah lembaga yang sakral. Namun kenyataan membuktikan, bahwa telah
terjadi kekerasan yang di alami oleh perempuan, khususnya istri yang
dilakukan suami terhadap istri di Kabupaten Pohuwato.
Berbagai bentuk kekerasan fisik kepada isteri tidak hanya bersifat
fisik seperti melempar sesuatu, memukul, menampar, sampai membunuh.
Namun juga bersifat non fisik seperti menghina, berbicara kasar,
ancaman. Kekerasan seperti ini adalah dalam bentuk kekerasan
psikologi/kejiwaan.
Dari kasus-kasus seperti di atas, ternyata masih banyak kasus
kekerasan terhadap isteri yang tidak di laporkan dengan alasan, bahwa
hal ini merupakan urusan intern keluarga. Suatu penomena dalam
masyarakat, Indonesia yang menganggap bahwa menceritakan keburukan atau
tindak kekerasan yang di lakukan oleh suami sendiri adalah seperti
membuka aib keluarga sendiri pada hal kita ketahui bersama bahwa
tindakan suami tersebut merupakan suatu tindakan kriminal.
Masalah utama yang perlu mendapat perhatian adalah perlindungan hukum
bagi perempuan khususnya isteri yang menjadi korban kekerasan suami.
Walaupun dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana ada beberapa pasal yang
mampu menjerat perlakukan kekerasan ini, namun tindak kekerasan suami
terhadap istri masih sering terjadi.
Perkembangan dewasa ini di Kabupaten Pohuwato menunjukan bahwa tindak
kekerasan dalam rumah tangga meningkat, fisik dari jumlah 7 kasus
tahun 2009 menjadi 10 kasus 2009, psikis 3 kasus tahun 2009 men jadi 5
kasus 2010, seksual 2 kasus menjadi 5 kasus dan penelantaran 5 kasus
tahun 2009 menjadi 8 kasus tahun 2010. Kekerasan dalam rumah tangga pada
kenyataannya banyak terjadi, dari angka tersebut penelitian saya
lakukan untuk mengetahui Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga di Kabupaten Pohuwato yang dilakukan suami
terhadap istrinya khususnya kekerasan fisik (Data Unit PPA Polres
Pohuwato).
Upaya untuk menemukan indikasi-indikasi yang berkaitan dengan
kekerasan terhadap isteri oleh suami terutama di Kabupaten Pohuwato
perlu mendapat perhatian serius. Dengan di temukan indikasi-indikasi
tersebut, dapat di ketahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
kekerasan terhadap istri dan dapat di lakukan pencegahan dengan
penanganan serta penanggulangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar